Candi Ijo, Permata Senja Jogja – Daerah Istimewa Yogyakarta memang sudah terkenal dengan berbagai situs-situs kuno nan eksotisnya. Nilai jual wilayah bekas Kasultanan Mataram ini terletak pada aneka ragam objek wisata yang ditawarkan. Mulai dari keelokan alam yang membentang dari ujung timur pantai-pantai Kabupaten Gunung Kidul, hingga ujung utara letak di mana Gunung Merapi menjulang.
Contoh situs kuno yang terkenal sejak dulu adalah kompleks Candi Prambanan dan Ratu Boko yang menjadi primadona Yogya. Namun, selain keduanya, sebenarnya masih banyak pula situs candi-candi di provinsi yang menyandang status istimewa ini. Salah satunya adalah Candi Ijo yang terletak di Bukit Ijo, Desa Sambirejo, Kalasan, Sleman, Beberapa kilo di sebelah selatan kompleks Candi Ratu Boko.
Memiliki tagline sebagai candi tertinggi di Yogyakarta, Candi Ijo memikat wisatawan domestik hingga mancanegara melalui keindahan pemandangan senja hari. Tak heran dengan suguhan horizon barat Yogya, pengunjung bisa menikmati sunset secara langsung tanpa ada suatu objek yang menghalangi. Jika berkunjung di hari yang cerah, pemandangan kota Yogyakarta bisa jelas terlihat dari Candi Ijo. Romantisme gemerlap lampu-lampu pemukiman yang mulai dinyalakan, Bandara Adi Sucipto terlihat dari kejauhan dengan pesawat-pesawat kecil lepas landas, dan suasana teduh lingkungan candi menjadi poin kuat daya tarik candi ini.
Menurut Sejarahnya, Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9 Masehi oleh umat Hindu, berdasarkan ragam relief yang ada pada Candi. Bangunannya sendiri terdiri dari tujuh belas struktur bangunan dengan sebelas teras berundak. Puncak terasnya dibuat pagar keliling dan tersusun dari delapan lingga patok, satu bangunan candi utama, dan tiga candi perwara.
Selain itu, pengunjung juga dapat melihat peninggalan berupa Lingga-Yoni yang lazim ditemu di Candi-candi Hindu lainnya. Ukuran dari Lingga-Yoni sendiri adalah perwujudan kesakralan pemujaan terhadap Dewa Siwa dan Dewi Parwati, yang merupakan penggambaran laki-laki dan perempuan, maskulin dan feminim. Selain sebagai penggambaran antara laki-laki dan perempuan, arca Lingga-Yoni juga memiliki tujuan sebagai pengusir roh-roh jahat dan penanda terciptanya alam semesta.
Selain kedua arca tersebut, terdapat arca-arca lain yang erat kaitannya dengan pemujaan terhadap Dewa Siwa seperti lembu nandini yang menjadi simbol kendaraan Dewa Siwa. Ada pula arca Ganesah putra sang Dewa, Dewi Durga salah satu istri Dewa Siwa, dan Agastya salah satu Resi Dewa Siwa yang Taat. Namun, ketiga arca tadi, Agastya, Durga, dan Ganesha telah disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3).
Selain itu, dari segi struktur bangunan, pondasi Candi Ijo terbilang unik. Pasalnya, pondasi candi ini terbuat dari batu kapur, berbeda dengan candi-candi lain yang terbuat dari batu andesit. Hal itu mungkin didukung dengan Bukit Ijo yang dahulu merupakan daerah tambang batuan kapur, dapat dibuktikan dari Objek Wisata Tebing Breksit yang terletak di bawah Candi Ijo.
Untuk sampai ke Obyek wisata ini, seseorang bisa melewati rute yang dilalui untuk sampai ke Candi Ratu Boko. Namun, tidak sampai masuk ke komples Candi Ratu Buku, melainkan diteruskan sampai lurus ke selatan menuju arah Piyungan, dan pada pertigaan akan ada papan nama yang menunjukan jalan ke arah Candi Ijo menuju arah timur ke Tebing Breksit yang ada di Bukit Ijo, daerahnya tidak terlalu terpencil, tetapi juga tidak terlalu terbuka, sehingga memang perlu kejelian untuk bisa menemukan jalan menuju Candi Ijo.
Walaupun demikian, semua akan terbayar dengan pemandangan indah nan elok dari Candi Ijo di sore hari. Harga tiket masuknya pun terbilang murah, hanya perlu merogoh sebanyak lima ribu rupiah saja ditambah dengan mengisi buku tamu. Tidak ada hotel ataupun penginapan di sekitar Candi Ijo, jadi disarankan untuk wisatawan jarak jauh untuk kembali ke arah Candi Prambanan.